Kehidupan akan terasa tenteram dan damai bilamana terjadi saling memahami, menghormati, dan mencintai. Sebaliknya, kehidupan yang selalu diliputi oleh suasana saling mengejek, merendahkan, mencurigai, membidik, dan atau saling menjatuhkan, maka tidak akan melahirkan ketenteraman. Komunitas seperti tersebut terakhir sebenarnya justru menggambarkan suasana tidak sehat.
Hubungan saling berbagi kasih sayang itu adalah sedemikian indah, sehingga mestinya terjadi antara pemimpin dan yang dipimpin. Antara pemimpin dan yang dipimpin harus terjalin saling percaya mempercayai, menghargai dan mencintai. Hal itu sama halnya dalam kegiatan shalat berjama'ah, maka seorang imam harus memahami terhadap makmumnya. Demikian pula, makmum harus percaya terhadap imamnya, sehingga ada kesediaan makmum mengikutinya dengan tulus.
Di alam demokrasi, pemimpin merupakan pilihan rakyat. Maka wajar mereka yang dipimpin kemudian mencintainya. Tidak akan mungkin seseorang memilih pimpinan yang tidak disukai. Oleh karena itu, tatkala seorang sudah dipilih dan diangkat bersama, maka tidak ada pilihan lain kecuali menghormati, mentaati, dan bahkan mencintainya.
Pilihan itu harus dilakukan secara ikhlas. Selain itu, memilih sama artinya dengan menyatakan komitmennya. Apalagi, pilihan itu sudah atas dasar cara yang disepakati bersama. Kesepakatan itu misalnya, seseorang yang mendapatkan suara terbanyak, maka ia diangkat sebagai pemimpin. Jika semua itu sudah dilakukan, maka antara pemimpin dan yang dipimpin harus terjadi saling mencintai dan mengingatkan tentang kebenaran dan kesabaran.
Sekalipun begitu, kecintaan terhadap pemimpin harus senantiasa ditumbuh-kembangkan. Upaya itu dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari mengenalkan riwayat hidupnya hingga yang paling sederhana, yaitu memasang gambar yang bersangkutan di berbagai tempat yang dianggap penting dan terhormat. Seseorang akan dicintai jika setidaknya ia dikenal atau diketahui.
Atas dasar logika sederhana itu, maka mestinya wajar jika ada buku tentang kehidupan presiden di sekolah-sekolah. Buku-buku dimaksud adalah sebagai sarana untuk mengenalkan dan menumbuhkan kecintaan para siswa terhadap pemimpin bangsanya. Justru dinggap kurang mendidik manakala presidennya sendiri tidak dikenalkan oleh para guru terhadap anak-anak bangsanya sendiri. Mencintai para pemimpin adalah bagian dari mencintai bangsa dan tanah airnya sendiri.
Dengan demikian rasanya aneh, jika upaya mengenalkan pemimpin bangsa kepada generasi muda mendapatkan kritik atau protes. Kritik atau protes bisa dipahami manakala buku yang dimaksud ditulis secara tidak obyektif, misalnya menambah-nambah atau mengurangi yang sekiranya mengganggu kisah yang sebenarnya. Sepanjang buku tersebut ditulis secara benar, maka disebarkan kepada siapapun, apalagi di lingkungan sekolah, asal sesuai dengan prosedur yang benar, maka semestinya tidak perlu dipersoalkan.
Sebaliknya akan terasa kurang atau bahkan keliru, manakala anak-anak atau generasi muda tidak diperkenalkan dengan para pemimpin bangsa ini, siapapun orangnya pemimpin itu. Mencintai dan membanggakan terhadap para pemimpin adalah bagian dari upaya membangun kecintaan terhadap bangsa dan negara secara keseluruhan. Wewenang untuk memperkenalkan para pemimpin bangsa kepada generasi penerus, para siswa di sekolah, di antaranya adalah lembaga pendidikan yang ada.
Dalam agama apapun, ummat atau para pengikutnya selalu diajak untuk mencintai nabinya. Islam juga demikian. Bahkan mencintai Tuhan dan Nabi harus selalu diutamakan melebihi cintanya terhadap selainnya. Itulah sebabnya, dalam Islam, shalawat nabi selalu dibaca, baik dalam shalat maupun di luar shalat. Pemimpin seharusnya ditaati, diikuti dan juga dicintai, sepanjang mereka berada pada jalan yang benar, menjalankan aturan yang ada.
Hubungan saling berbagi kasih sayang itu adalah sedemikian indah, sehingga mestinya terjadi antara pemimpin dan yang dipimpin. Antara pemimpin dan yang dipimpin harus terjalin saling percaya mempercayai, menghargai dan mencintai. Hal itu sama halnya dalam kegiatan shalat berjama'ah, maka seorang imam harus memahami terhadap makmumnya. Demikian pula, makmum harus percaya terhadap imamnya, sehingga ada kesediaan makmum mengikutinya dengan tulus.
Di alam demokrasi, pemimpin merupakan pilihan rakyat. Maka wajar mereka yang dipimpin kemudian mencintainya. Tidak akan mungkin seseorang memilih pimpinan yang tidak disukai. Oleh karena itu, tatkala seorang sudah dipilih dan diangkat bersama, maka tidak ada pilihan lain kecuali menghormati, mentaati, dan bahkan mencintainya.
Pilihan itu harus dilakukan secara ikhlas. Selain itu, memilih sama artinya dengan menyatakan komitmennya. Apalagi, pilihan itu sudah atas dasar cara yang disepakati bersama. Kesepakatan itu misalnya, seseorang yang mendapatkan suara terbanyak, maka ia diangkat sebagai pemimpin. Jika semua itu sudah dilakukan, maka antara pemimpin dan yang dipimpin harus terjadi saling mencintai dan mengingatkan tentang kebenaran dan kesabaran.
Sekalipun begitu, kecintaan terhadap pemimpin harus senantiasa ditumbuh-kembangkan. Upaya itu dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari mengenalkan riwayat hidupnya hingga yang paling sederhana, yaitu memasang gambar yang bersangkutan di berbagai tempat yang dianggap penting dan terhormat. Seseorang akan dicintai jika setidaknya ia dikenal atau diketahui.
Atas dasar logika sederhana itu, maka mestinya wajar jika ada buku tentang kehidupan presiden di sekolah-sekolah. Buku-buku dimaksud adalah sebagai sarana untuk mengenalkan dan menumbuhkan kecintaan para siswa terhadap pemimpin bangsanya. Justru dinggap kurang mendidik manakala presidennya sendiri tidak dikenalkan oleh para guru terhadap anak-anak bangsanya sendiri. Mencintai para pemimpin adalah bagian dari mencintai bangsa dan tanah airnya sendiri.
Dengan demikian rasanya aneh, jika upaya mengenalkan pemimpin bangsa kepada generasi muda mendapatkan kritik atau protes. Kritik atau protes bisa dipahami manakala buku yang dimaksud ditulis secara tidak obyektif, misalnya menambah-nambah atau mengurangi yang sekiranya mengganggu kisah yang sebenarnya. Sepanjang buku tersebut ditulis secara benar, maka disebarkan kepada siapapun, apalagi di lingkungan sekolah, asal sesuai dengan prosedur yang benar, maka semestinya tidak perlu dipersoalkan.
Sebaliknya akan terasa kurang atau bahkan keliru, manakala anak-anak atau generasi muda tidak diperkenalkan dengan para pemimpin bangsa ini, siapapun orangnya pemimpin itu. Mencintai dan membanggakan terhadap para pemimpin adalah bagian dari upaya membangun kecintaan terhadap bangsa dan negara secara keseluruhan. Wewenang untuk memperkenalkan para pemimpin bangsa kepada generasi penerus, para siswa di sekolah, di antaranya adalah lembaga pendidikan yang ada.
Dalam agama apapun, ummat atau para pengikutnya selalu diajak untuk mencintai nabinya. Islam juga demikian. Bahkan mencintai Tuhan dan Nabi harus selalu diutamakan melebihi cintanya terhadap selainnya. Itulah sebabnya, dalam Islam, shalawat nabi selalu dibaca, baik dalam shalat maupun di luar shalat. Pemimpin seharusnya ditaati, diikuti dan juga dicintai, sepanjang mereka berada pada jalan yang benar, menjalankan aturan yang ada.
0 komentar:
Posting Komentar